Salah satu ciri bila ekonomi suatu daerah bertumbuh adalah meningkatnya proyek-proyek bangunan. Hal yang sama juga terjadi dalam ekonomi sorgawi. Kita dapat mengukur pertumbuhan rohani dengan pembangunan yang terjadi. Hal ini sangat terlihat dalam pernikahan dan keluarga, namun proses membangun kehidupan tidak sama dengan membangun sebuah bangunan.
Raja Salomo menulis seperti ini dalam Mazmur 127: 1, “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;” Untuk membangun sebuah gedung atau rumah secara fisik, memang manusia bisa membangunnya sendiri. Namun untuk membangun sebuah keluarga, dibutuhkan ketergantungan total kepada Tuhan, jika tidak maka semua upaya yang dilakukan sia-sia. Mengapa? Karena yang memegang cetak biru/blue print sebuah pernikahan dan keluarga adalah Tuhan sendiri. Untuk membangun pernikahan dan keluarga yang kuat, maka Anda harus bertanya pada sang Arsitek Agung tersebut.
Langkah pertama adalah menyadari bahwa kita tidak mampu membangun sebuah pernikahan dan keluarga dengan kekuatan kita sendiri. Kita membutuhkan Tuhan.
Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga. ~ Mazmur 127:1.
Banyak orang berpikir dengan pergi ke seminar atau belajar prinsip-prinsip Alkitabiah, maka pernikahan dan keluarganya akan kuat. Namun hal itu tidak cukup, dibutuhkan ketergantungan total kepada Tuhan untuk membangun pernikahan dan keluarga Anda. Jika tidak, maka bangunan pernikahan Anda akan rapuh, dan mudah runtuh.
Caranya adalah dengan mengembangkan hubungan intim dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari keluarga Anda. Mulai dengan membangun mezbah keluarga, hubungan pribadi suami dan istri dengan Tuhan dan juga menerapkan kebenaran firman Tuhan dalam keseharian, sangat menentukan kekuatan bangunan pernikahan.
Kedua, hindari jebakan kesibukan kerja dan workoholik. Hal ini dituliskan dalam ayat 2, Mazmur 127, “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah -- sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.”
Kesibukan kerja seringkali mencuri waktu-waktu yang harusnya diperuntukkan bagi Tuhan dan keluarga. Suami istri yang bekerja, banyak yang terjebak mengejar uang tambahan hanya demi menyamakan gaya hidupnya dengan tetangga mereka. Namun mereka tidak menyadari ada hal yang lebih berharga yang telah dicuri dari hidup mereka, keintiman dengan Tuhan dan pasangan.
Ingatlah bahwa segala sesuatu ada waktunya, dan menukarkan waktu-waktu yang berharga untuk uang tidaklah sebanding dengan utuhnya sebuah pernikahan.
Selain itu, waktu istirahat yang cukup akan memberikan hadiah tersendiri yang tidak bisa Anda dapatkan dengan cara lain. Hadiah itu adalah pemulihan fisik dan emosional, serta pembaharuan spiritual dan visi.
Ketiga, mengakui bahwa anak-anak yang Tuhan percayakan adalah karunia dari Allah.
Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.
Mazmur 127: 3-5.
Allah berkomitmen untuk menbuat diri-Nya dimuliakan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Hal ini pun Allah mandatkan kepada manusia, dengan membuat umatnya melahirkan keturunan-keturunan Ilahi. Untuk itu, untuk membangun pernikahan yang kuat harus mendidik anak-anak untuk takut akan Tuhan.
Jadi, mari bangun sebuah rumah tangga dengan bergantung sepenuhnya kepada Tuhan sehingga rumah tangga tersebut mencerminkan kemuliaan Allah.
Sumber : Cross Walk